Rasa mahabbah terhadap Rasulullah SAW. adalah masalah yang sangat
prinsipil. Mengapa begitu? Ya, karena iman kita tidak akan ada artinya
bila belum menempatkan Rasullulah SAW. sebagai orang yang paling
dicintai dan disayangi. Sebab Rasulullah adalah penunjuk ke jalan yang
benar dan penegak keadilan. Tanpa terutusnya beliau kita akan sesat dan
tidak akan bisa selamat.
Karena teramat prinsipilnya rasa mahabbah tersebut, maka wajarlah bila orang yang memilikinya akan mendapat kemulyaan di sisi Allah SWT.
Pernah suatu saat ada seorang Badui datang dari dusun pedalaman
dengan pakaian yang compang-camping, kancing baju terlepas, rambut tanpa
terjamah sisir, dan kaki bertelanjang tanpa alas. Di hadapan Rasullulah
SAW ia bertanya, “Muhammad, kapan kiamat? Kapan terjadi kiamat?”. Nabi
tertegun dibuatnya, ada orang kok menanyakan datangnya kiamat.Lalu
Rasulullah SAW bertanya, “Lho, anda datang tanya kiamat, apakah anda
telah siap dengan amal yang banyak?”. Lelaki Badui itu menjawab, ” Ya
Rasulullah, saya ini orang dusun yang mengenal Islam belum lama, shalat
belum sempurna, puasa belum sempurna, shadaqah-zakat belum, apalgi haji,
karena saya orang melarat. Namun begini Rasul, saya cuma bermodalkan
satu, yaitu saya senantiasa berangan-angan, melamun, kapan saya dapat
bertemu Muhammad Rasullulah. Jadi cuma rasa mahabbah kepada engkau wahai
Rasul.” Rasulullah kemudian menyahut,”Engkau akan bersama orang yang
engkau cintai”.
Rasa mahabbah kepada Rasulullah merupakan salah satu syafa’at nyata.
Tak ada kecualinya bagi Abu Lahab, dia adalah orang kafir yang sangat
memusuhi Rasulullah, sehingga disebut, diolok-olok dan dicaci maki
namanya dalam Al-Qur’an yang dibaca oleh umat Islam seluruh dunia
sebagai ibadah yang besar sekali pahalanya. Namun dengan hanya sedikit
bukti rasa mahabbah dan gembira atas kelahiran Rasullulah, yaitu waktu
mendengar Rasulullah lahir, dia gembira dan berjingkrak-jingkrak,
sampai-sampai Ummu ‘Aiman yang membawa berita kelahiran mendapat
anugerah dimerdekakan. Hanya karena sedikit rasa mahabbah itulah, Abu
Lahab dikeluarkan dari siksa neraka pada setiap hari Senin, hari
kelahiran Rasul SAW, semacam liburan dari siksa.
Cukupkah orang yang mengaku cinta, apalagi cinta kepada Rasul hanya mengatakan, “AKU CINTA PADAMU”.
Tidak, tidak cukup!
Tidak, tidak cukup!
Akan tetapi harus disertai bukti yang nyata. Harus ada alasan yang
rasional dan ma’qul. Seperti seorang shufiyah Rabi’ah Al-Adawiyah,
saking cintanya kepada Allah SWT, sampai ia bersyair :
Aku cintai Engkau dengan dua cinta
Cinta asmara dan cinta memang Engkau selayaknya dicintai
Adapun cinta asmara, aku senantiasa mengingat-Mu dan melupakan selain Kau
Adapun cinta yang memang Engkau selayaknya dicintai,
Kau telah membuka tabir diriku, sehingga aku tahu siapa Engkau
Tiada pantas puji untukku dalam ini dan itu,
Tapi puji adalah untuk-Mu dalam segal-galanya
Cinta asmara dan cinta memang Engkau selayaknya dicintai
Adapun cinta asmara, aku senantiasa mengingat-Mu dan melupakan selain Kau
Adapun cinta yang memang Engkau selayaknya dicintai,
Kau telah membuka tabir diriku, sehingga aku tahu siapa Engkau
Tiada pantas puji untukku dalam ini dan itu,
Tapi puji adalah untuk-Mu dalam segal-galanya
Jadi Rabi’ah Al-Adawiyah mencintai Allah SWT dengan dua macam cinta.
Pertama : yang irasional, yaitu dorongan asmara yang biasanya diwujudkan
dalam lamunan, khayal dan impian. Kedua : yang rasional, yaitu melihat
dengan rasa kagum terhadap sifat-Nya, sehingga dengan cinta inilah,
Rabi’ah patuh dan taat terhadap segala perintah dan larangan-Nya.
Begitu juga halnya dalam mencintai terhadap Rasulullah SAW, dengan dua
macam cinta. Pertama karena dorongan asmara. Manifestasi dari rasa cinta
ini dapat terwujud antara lain : kita senantiasa mengingatnya, yaitu
dengan memperbanyak membaca sholawat dan mengamalkan apa yang tertera
dalam qasidah Barzanji, Diba’iy. Jadi orang yang paling kikir bagi
Rasulullah adalah orang yang paling enggan membaca sholawat, apalagi
sampai antipati terhadap sholawat.
Berbicara tentang cinta itu memang asyik. Karena hanya satu patah
kata, yaitu CINTA, maka jarak jauh bisa menjadi dekat, gunung dapat
meletus dan bumi bisa dilipat. Dikatakan bahwa orang itu akan selalu
taaat kepada siapa yang ia cintai Bahkan saking cintanya dia dalam taat
sampai kehilangan kontrol diri. Bagaimana tidak, misalnya seorang pemuda
yang karena mencintai gadis, maka apa pun ia lakukan untuk dapat
bertemu dan mendapatkannya. Hujan tidak jadi soal, petir yang
menyambar-nyambar tidak terdengar, gelap gulita bukan rintangan, bahkan
sakit bisa menjadi sembuh seketika. Lapar dan haus tidak terasa. Yah,
memang cinta itu segala-galanya. Orang sudah sering bilang : Love is
blind! (cinta itu buta-red). Karena cinta maka sentuhan jadi nikmat dan
ludah terasa buah.
Ada cerita, seorang pemuda mendapat surat dari kekasihnya, belum lagi
surat itu dibuka, perangko dilepas lalu ditelan. Dalam membalas surat
itu, dinyatakan bahwa perangkonya telah ia telan. Justru ia menelannya
karena berkeyakinan bahwa waktu menempelkan dulu memakai ludah
kekasihnya. Jadi hitung-hitung menelan ludah kekasihnya walaupun sudah
kering. Selanjutnya dalam surat balasan kekasihnya, dinmyatakan terima
kasih atas kemurnian cintanya. Tapi ma’af, bahwa yang menempelkan
perangko dulu bukan dia sendiri, akan tetapi tukang becak sebelah rumah
yang disuruh untuk mengeposkan. Karuan saja pemuda tadi nyengir kecut.
Nah, mestinya tingkat cinta seperti itu dapat kita terapkan dalm
mencintai Nabi SAW. Kita harus taat penuh dan selalu teringat kepada
beliau, juga sering menyebut-nyebut nama beliau. Bahkan sahabat Bilal
pernah diperintah membuang kencing Nabi, tetapi setelah dibawa pergi
ternyata diminum , bukan dibuang. Ketika ditanya, Bilal menjawab bahwa
perbuatan itu dilakukan karena cintanya kepada Nabi SAW.
Diantara perwujudan dari cinta, ia senantiasa mengimpi-impikan untuk
bertemu dalam impian. Maka dalam cinta kepada Nabi SAW juga harus
begitu, apabila kita bertemu dengan Nabi SAW, maka itulah rupa Nabi
Muhammad yang sebenarnya. Beliau pernah bersabda yang artinya, “Barang
siapa mimpi bertemu aku, maka sungguh ia telah tahu kenyataan (itulah
saya yang sebenarnya), karena syetan tidak dapat menyerupai saya.” Dan
orang yang mimpi bertemu Rasulullah SAW itu sebagai tanda alamat bahwa
Insya Allah termasuk ahlul jannah , sebab Rasulullah pernah bersabda
yang artinya : “Barang siapa bermimpi ketemu aku dalam tidurnya, maka
akan bertemu aku di sorga.”
Maka kesimpulan dari rasa mahabbah terhadap Rasulullah itu mengandung beberapa keuntungan, diantaranya :
1. Dengan rasa mahabbah kepada Rasulullah, maka akan membuat kita ringan dalam menjalankan segala apa yang dikatakan beliau.
2. Dengan rasa mahabbah kepada Rasulullah, maka kita pasti dapat mimpi bertemu Rasulullah SAW.
Yang perlu menjadi catatan bagi generasi muda, generasi penerus adalah bagaimana perjuangan Rasulullah. Bagaimana prinsip dalam berjuang yang memang dituntut untuk menirunya. Mengapa Rasulullah seorang anak yatim, penggembala kambing, seorang diri dapat sukses dengan gemilang dalam perjuangan, dapat merubah dunia tradisional jahiliyah menjadi negara modern (bentuk negara yang baik), dapat merubah masyarakat animisme menjadi masyarakat religius, itu semua tidak lain adalah karena Rasulullah SAW senantiasa berjalan di atas rel-rel yang telah digariskan oleh Allah SWT.
1. Dengan rasa mahabbah kepada Rasulullah, maka akan membuat kita ringan dalam menjalankan segala apa yang dikatakan beliau.
2. Dengan rasa mahabbah kepada Rasulullah, maka kita pasti dapat mimpi bertemu Rasulullah SAW.
Yang perlu menjadi catatan bagi generasi muda, generasi penerus adalah bagaimana perjuangan Rasulullah. Bagaimana prinsip dalam berjuang yang memang dituntut untuk menirunya. Mengapa Rasulullah seorang anak yatim, penggembala kambing, seorang diri dapat sukses dengan gemilang dalam perjuangan, dapat merubah dunia tradisional jahiliyah menjadi negara modern (bentuk negara yang baik), dapat merubah masyarakat animisme menjadi masyarakat religius, itu semua tidak lain adalah karena Rasulullah SAW senantiasa berjalan di atas rel-rel yang telah digariskan oleh Allah SWT.
Dalam beberapa ayat dari S. Al-Mudatsir : 1-7, Allah memerintahkan
Nabi Muhammad untuk berjuang pun dibarengi lima pedoman yang senantiasa
harus dipegangi dalam berjuang, yaitu : takbirullah (mengagungkan
Allah), membersihkan pakaian, menjauhi perbuatan dosa, menjauhi pamrih
dan sabar.
Pertama : takbirullah senantiasa terpateri perasaan keagungan Allah
SWT, takut terhadap Allah. Orang yang senantiasa mempunyai rasa
takbirullah ia akan mempunyai idealisme yang kuat, pendirian yang kokoh.
Tak akan rontok oleh hempasan ombak dan tiupan badai. Seribu tantangan
kunjung datang, ia tak akan mundur dan tak gentar. Seribu rayuan datang,
ia tak akan terbujuk.
Rasulullah adalah kekasih Tuhan, namun ternyata tidak habis-habisnya
dalam derita dan coba. Apakah beliau lantas mundur dan menyesal dengan
berkata : “Wahai Tuhan, aku adalah kekasih-Mu, mengapa senantiasa dalam
derita?”. Tidak, tidak begitu. Ternyata Rasulullah SAW mempunyai
idealisme yang kuat dan kokoh, yang tidak goyah akan hempasan ombak,
sampai-sampai orang-orang kafir kewalahan, bingung dan pusing menghadapi
beliau. Yang akhirnya setelah tidak mempan dengan kekerasan, mereka
memakai tehnik politis, yakni mengajak toleransi. Mereka berkata, “Hai
Muhammad, kita akan menyembah apa yang kamu sembah, dan engkau menyembah
apa yang kami sembah. Kita bersekutu dalam suatu perkara, apabila yang
engkau sembah lebih baik, sungguh kami telah mengambil bagian dari
padanya. Dan apabila yang kami sembah lebih baik, sungguh engkau telah
mengambil bagian dari padanya.” Manis bujukannya, dan taktis juga. Namun politik orang kafir yang cukup
diplomatis, yang mereka sangka sangat jitu dan manjur itu dapat
dipatahkan dengan tegas oleh Allah dalam firman-Nya S. Al-Kafirun : 1-6.
Contoh lain adalah Imam Syafi’i, Hanbali, Hanafi dan Maliki. Babaskah
beliau dari derita-derita? Tidak. Sebab ternyata dalam mempertahankan
idealismenya, Imam Syafi’i pernah disiksa dengan diborgol di belakang
onta berjalan dari Yaman sampai Baghdad. Imam Hanbali dicambuk oleh
algojo khalifah sampai celana beliau akan lepas. Imam Hanafi dipenjara
dan dicambuki seratus sepuluh kali, akhirnya disuruh minum racun dengan
paksa.
Kedua : suci dari noda-noda bathiniyah dan dlahiriyah. Dalam ini Sayid
Qutub menafsirkan dengan thaharatul qalb wal khuluq wal ‘amal. Seorang
pejuang hati, akhlaq dan amalnya harus bersih. Ia tidak ambisi, tidak
ada rasa sentimen, maupun dendam. Dia bukan seorang hipokrit ataupun
munafik. Apa yang terlihat di luar itulah yang ada di dalam.
Ketiga : Menjauhkan diri dari maksiat Rasulullah terhindar dari maksiat. Beliau selalu memberikan contoh dalam perbuatan baik.
Keempat : Jauh dari pamrih .Dengan berjuang hanya karena mencari
ridla Allah SWT, bukan karena ingin mendapat pengaruh, mencari
fasilitas, mencari keuntungan pribadi dan juga bukan hal-hal yang lain.
Sewaktu orang kafir telah bosan dengan mengintimidasi Rasul, mereka pun membujuk dengan pangkat, harta dan wanita, tetapi tetap tidak goyah. Pada waktu itu banyak nian orang yang masuk Islam hanya ingin mencari kedudukan, karena Islam menang. Ada juga orang yang takut terhadap Islam, karena khawatir pangkatnya lepas. Dia adalah macam manusia serigala, tetapi setelah dikasih harta mereka diam. Ia luntur. Lain halnya dengan Nabi SAW, beliau adalah laksana mutiara, di mana pun akan tetap menyala.
Sewaktu orang kafir telah bosan dengan mengintimidasi Rasul, mereka pun membujuk dengan pangkat, harta dan wanita, tetapi tetap tidak goyah. Pada waktu itu banyak nian orang yang masuk Islam hanya ingin mencari kedudukan, karena Islam menang. Ada juga orang yang takut terhadap Islam, karena khawatir pangkatnya lepas. Dia adalah macam manusia serigala, tetapi setelah dikasih harta mereka diam. Ia luntur. Lain halnya dengan Nabi SAW, beliau adalah laksana mutiara, di mana pun akan tetap menyala.
Mereka juga membuat masjid-masjid yang indah, tetapi hanya ingin memikat
orang-orang Islam. Orang-orang yang masuk ke sana bukannya dididik
baik, tetapi dijadikan jangkrik, maksudnya setelah ia dipelihara, ia
disuruh tarung beradu sesame jangkrik. Kalau menang majikannya yang
beruntung, dan jangkrik menjadi korban.
Kelima : Sabar, tahan uji Berapa kali Nabi SAW disakiti, namun toh tetap
sabar dan akhirnya menang. Nabi menyadari bahwa perjuangan tidak akan
sekaligus membawa kemenangan dan keadilan tak akan sekaligus berhasil,
akan tetapi memerlukan kesabaran dan keuletan.
Dalam Al-Qur’an , ayat-ayat yang mengandung ajaran sabar itu ada 70
ayat. Justru karena sabar adalah satu-satunya senjata untuk suksesnya
dakwah, dan amar ma’ruf nahi munkar. Sebagaimana tersebut dalam S.
Al-Ashr setelah ayat watawashau bil haqqi dengan amar ma’ruf nahi
munkar, lalu diakhiri dengan watawashau bis shobri semakin menunjukkan
satu-satunya syarat amar ma’ruf nahi munkar harus dengan sabar.
Maka pemudalah sebagai penerus yang akan menjadi rijalul mustaqbal,
pemimpin di hari-hari depan ini harus dihayati benar-benar untuk
mempersiapkan dirinya. Pemuda harus mempunyai cita-cita yang tinggi,
penuh ide-ide, dan menyerap banyak ilmu.
Pemuda harus memahami masa kini, memahami keberhasilan tokoh-tokoh
dahulu, sebab-sebab kegagalan dan kekurangan mereka. Apa dan mengapa?
Demikianlah kalau memang si pemuda ingin menjadi rijalul mustaqbal yang
benar-benar tangguh. Jangan rijal yang tanggung-tanggung. Tangguh itu
tabah, tidak goyah karena cobaan-cobaan dan tidak berpindah perjalanan
yang tidak semestinya, karena di sana ada harapan-harapan. Jadi pemuda
harus mempunyai keyakinan yang mantap, dan segera membentuk dirinya
kepribadian yang tetap.
*) Ceramah yang
disampaikan oleh Alm. KH. Ali Maksum
No comments:
Post a Comment
Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.